Pesankan Saya Tempat di Neraka
Sebuah kisah di musim panas yang menyengat. Seorang kolumnis majalah Al Manar mengisahkannya:
Musim panas merupakan ujian yang cukup berat terutama bagi muslimah untuk tetap mempertahankan pakaian kesopanannnya. Gerah dan panas tak lantas menjadikannya menggadaikan akhlak. Berbeda dengan musim dingin, dengan menutup telinga dan leher kehangatan badan bisa dijaga. Jilbab bisa sebagai multi fungsi.
Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, Cairo-Alexandria; di sebuah mikrobus ada seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat. Karena menantang kesopanan. Ia duduk di ujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja dengan cara pakaian seperti itu mengundang ‘perhatian’ kalau bisa dibahasakan sebagai keprihatinan sosial. Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk di sampingnya mengingatkan bahwa pakaian seperti itu bisa mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya. Di samping pakaian seperti itu juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan.
Tahukah Anda apa respon perempuan muda tersebut? Dengan ketersinggungan yang sangat ia mengekspresikan kemarahannya. Karena merasa privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya adalah hak prerogatif seseorang. “Jika memang bapak mau, ini ponsel saya. Tolong pesankan saya, tempat di neraka Rabb Anda!!!! Sebuah respon yang sangat frontal. Dan sang bapak pun hanya beristighfar. Ia terus menggumamkan kalimat-kalimat Allah.
Detik-detik berikutnya suasanapun hening. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpinya. Tak terkecuali perempuan muda itu. Hingga sampailah perjalanan di penghujung tujuan. Di terminal akhir mikrobus Alexandria. Kini semua penumpang bersiap-siap untuk turun. Tapi mereka terhalangi oleh perempuan muda tersebut yang masih terlihat tertidur. Ia berada di dekat pintu keluar. “Bangunkan saja!” begitu kira-kira permintaan para penumpang. Tahukah Anda apa yang terjadi. Perempuan muda tersebut benar-benar tak bangun lagi. Ia menemui ajalnya. Dan seisi mikrobus tersebut terus beristighfar, menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak tua yang duduk di sampingnya.
Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Allah. Seandainya tiap orang mengetahui akhir hidupnya. Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa berakhir setiap saat. Seandainya tiap orang takut bertemu dengan Rabb-nya dalam keadaan yang buruk. Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan Allah. Sungguh Allah masih menyayangi kita yang masih terus dibimbing-Nya. Allah akan semakin mendekatkan orang-orang yang dekat dengan-Nya menjadi semakin dekat. Dan mereka yang terlena seharusnya segera sadar mumpung kesempatan itu masih ada.
Posted on September 25, 2007 by Abu Ja'far Amri A. Fillah Al Atsary
Entah benar atau tidaknya kisah ini, semoga kita dapat mengambil pelajaran darinya (Saif Ali).
0 comments:
Post a Comment